Pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan pemahaman ini hasil belajar diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran juga berlangsung alamiah, siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Dalam pengertian serupa dikemukakan bahwa Contextual teaching learning adalah A conception that helps teachers relate subject matter content to real world situation and motivates students to make connections between knowledge and its applications to their lives as family members, citizens, and workers (BEST, 2001).
Elaine B.Johnson dalam bukunya Contextual Teaching & Learning mengungkapkan bahwa kekuatan, kecepatan, dan kecerdasan otak (IQ) tidak lepas dari faktor lingkungan atau faktor konteks. Karena ada interface antara otak dan lingkungan.
Contextual Teaching Learning adalah konsep belajar di mana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari, siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam konteks yang terbatas sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkontruksi sendiri, sebagai bekal dalam memecahkan masalah kehidupannya sebagai anggota masyarakat.
Konteks dalam pengertian pembelajaran kontekstual mempunyai makna lebih dari sekedar keterkaitan lingkungan fisik tertentu pada waktu tertentu. Konteks dalam pengertian pembelajaran kontekstual mencakup juga konteks mental dan emosional tiap individu, konteks sosial dan konteks kultural. Dengan demikian, pengertian kontekstual mempunyai makna yang lebih luas dibandingkan aplikatif. Pembelajaran yang aplikatif mengandung pengertian bahwa sesuatu yang dipelajari siswa di sekolah dapat diaplikasikan pada situasi yang berbeda, misalnya pada konsep yang berbeda, mata pelajaran yang berbeda, atau juga dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran yang kontekstual mengandung makna bahwa kegiatan belajar mempertimbangkan semua unsur yang terkait yang mempengaruhi proses belajar anak. Pembelajaran kontekstual bukan hanya memperhatikan aplikasi tetapi juga pemanfaatan segala sumber daya yang ada dalam konteks untuk mendukung belajar.
Proses belajarnya berlangsung alamiah dalam bentuk siswa bekerja dan mengalami, tidak hanya mentransfer atau mengkopi dari guru. Siswa dilatih, misalnya untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam suatu situasi, dan masalah yang memang ada dalam dunia nyata. Siswa tidak belajar dalam proses seketika, tetapi diperoleh sedikit demi sedikit, kemajuan diukur dari proses , kinerja dan produk, berbasis pada prinsip authentic assesment.
Contextual Teaching Learning adalah juga suatu proses pembelajaran berupa learner-centered and learning in context. Konteks adalah sebuah keadaan yang memepengaruhi kehidupan siswa dalam pembelajarannya. Proses pembelajaran kontekstual tersusun oleh 8 komponen, yaitu:
1.Membangun hubungan untuk menemukan makna (relating): Dengan
mengaitkan apa yang dipelajari di sekolah dengan pengalamannya sendiri,
kejadian dirumah, informasi dari media massa dan lain-lain, anak akan
menemukan sesuatu yang jauh lebih bermakna dibandingkan apabila
informasi yang diperolehnya di sekolah disimpan begitu saja tanpa dikaitkan
dengan hal-hal lain. Bila anak merasakan bahwa sesuatu yang dipelajari
ternayata bermakna, maka ia akan termotivasi dan terpacu untuk belajar.
2.Melakukan sesuatu yang bermakna (experiencing): Ada beberapa langkah
yang dapat ditempuh guru untuk membuat pelajaran terkait dengan konteks
kehidupan siswa, yaitu:
a. mengaitkan pembelajaran dengan sumber-sumber yang ada di konteks kehidupan siswa.
b. menggunakan sumber-sumber dari bidang lain
c. mengaitkan beberapa pelajaran yang membahas topik yang berkaitan
d. menggabungkan anatara sekolah dengan pekerjaan
e. belajar melalui kegiatan soaial/ bakti sosial
3.Belajar secara mandiri: kecepatan belajar siswa sangat bervariasi, cara
belajar juga berbeda, bakat dan minat mereka juga bermacam-macam.
Perbedaan-perbedaan ini hendaknya dihargai dan siswa diberi kesempatan
belajar mandiri sesuai kondisi masing-masing siswa.
4. Kolaborasi (collaborating): Setiap makhluk hidup membutuhkan makhluk
hidup lain, demikian juga pembelajaran di sekolah hendaknya dapat
mendorong siswa untuk bekerjasama dengan yang lain.
5.Berpikir kritis dan kreatif (applying): Salah satu tujuan belajar adalah
agar siswa dapat mengembangkan potensi intelektual yang dimilikinya.
Pembelajaran di sekolah hendaknya melatih siswa untuk berpikir kritis dan
kreatif dan juga memberikan kesempatan untuk mempraktekkannya dalam
situasi yang nyata.
6.Mengembangkan potensi individu (transfering): Karena tidak ada individu
yang sama persis, maka kegiatan pembelajaran hendaknya bisa
mengidentifikasi potensi yang dimiliki setiap siswa serta memberikan
kesempatan kepada mereka untuk mengembangkannya.
7.Standar pencapaian yang tinggi: Pada dasarnya setiap orang ingin
mencapai sesuatu yang tinggi; standar yang tinggi akan memacu siswa
untuk berusaha keras dan menjadi yang terbaik.
8.Asesmen yang autentik: Pencapaian siswa tidak cukup hanya diukur
dengan tes saja, hasil belajar hendaknya diukur dengan asesmen autentik
yang bisa menyediakan informasi yang benar dan akuratmengenai apa
yang benar-benar diketahui dan dapat dilakukan oleh siswa atau tentang
kualitas program pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar